FERDINANDMAKING.BLOGSPOT.COM
A. Sistem Pengelolaan Sampah Rumah
Sakit
Pengelolaan
sampah Rumah Sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi
persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak
disenangi, dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik.
Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari
udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan
kebakaran, dan sebagainya.
Selain
itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008
pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap
rumah sakit harus melakukan reduksi sampah dimulai dari sumber, harus mengelola
dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus
melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan sampah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan,
dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang (Menurut
undang-undang No. 44 tahun 2009)
Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :
a.
Menyeleksi
bahan-bahan yang kurang menghasilkan sampah sebelum membelinya.
b.
Menggunakan
sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
c.
Mengutamakan
metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
d.
Mencegah
bahan-bahan yang dapat menjadi sampah seperti dalam kegiatan perawatan dan
kebersihan.
e.
Memonitor
alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi sampah bahan
berbahaya dan beracun.
f.
Memesan
bahan-bahan sesuai kebutuhan.
g.
Menggunakan
bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
h.
Menghabiskan
bahan dari setiap kemasan.
i.
Mengecek
tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
Hal
ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi
sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah. (UU.
No. 44 tahun 2009)
Pengelolaan
sampah rumah sakit sangat diperlukan adanya suatu kebijakan dari manajemen dan
prosedur-prosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam
pengelolaan sampah rumah sakit (Candra, 2007)
Pengelolaan
sampah layanan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hygiene
rumah sakit dan pengendalian infeksi. Sampah layanan kesehatan sebagai
reservoir mikroorganisme pathogen, yang dapat menyebabkan kontaminasi dan
infeksi. Jika sampah tidak dikelola dengan tepat, mikroorganisme dapat
berpinadah melalui kontak langsung, diudara atau melalui vektor yakni lalat,
tikus dan lain-lain (Candra, 2007)
Pada
proses pengelolaan sampah diperlukan juga perangkat penunjang merupakan sarana
dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Perangkat tersebut harus
mempertimbangkan aspek ketersediaan anggaran, jumlah kunjungan dan lama rawat
inap pasien, serta berbagai pertimbangan teknis yang lain. Perangkat penunjang
yang digunakan, antara lain:
a. Wadah penampungan
b. Sarana pengangkutan
c. Sarana pembuangan dan pemusnahan
Pengelolaan sampah rumah sakit
terdiri dari Pemilahan, Penampungan, Pengangkutan dan Pembuangan Akhir (DEPKES
RI Tahun 2009)
1. Pemilahan Sampah Medis Rumah Sakit
Didalam
pengolahan sampah layanan kesehatan secara efektif adalah pemilahan dan
identifikasi sampah. Penanganan, pengelolaan dan pembuangan akhir sampah akan
menurunkan biaya yang dikeluarkan serta memberikan manfaat yang lebih banyak
dalam melindungi masyarakat.
Proses
pemilahan dilakukan kedalam beberapa kategori, antara lain: benda tajam, sampah
non benda tajam infeksius dan sampah tidak berbahaya (sampah rumah tangga).
Pemilahan
merupakan tanggung jawab yang dibedakan pada produsen sampah dan harus
dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkannya sampah dan dapat
memberikan penurunan yang berarti dalam kuantitas sampah layanan kesehtan yang
membutuhkan pengolahan khusus.
Berapa cara dalam pemilahan sampah medis yaitu:
a.
Pemilahan
sampah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan sampah tersebut.
b.
Sampah
benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah dengan memperhatikan
terkontaminasi atau tidaknya wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan
tidak mudah untuk di buka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat
membukanya.
c.
Jarum
syringe harus dipisahkan sehingga
tidak dapat digunakan lagi.
Untuk
memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit maka terlebih dahulu limbah atau
sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan. Pewadahan atau penampungan sampah
harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori
sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis Wadah dan Label
Sampah Rumah Sakit Sesuai Kategorinya
No.
|
Kategori
|
Warna
|
Keterangan
|
Kontainer/kantong
Plastik
|
1.
|
Radioaktif
|
Merah
|
Kantong boks timbal dengan
simbol radioaktif
|
2.
|
Sangat infeksius
|
Kuning
|
Kantong plastik kuat, anti bocor,
atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan
otoklaf
|
3.
|
Sampah infeksius Patologi dan
anatomi
|
Kuning
|
Kantong plastik kuat dan anti
bocor, atau kontainer
|
4.
|
Sitotoksis
|
Ungu
|
Kontainer plastik kuat dan anti
bocor
|
5.
|
Sampah Kimia dan Farmasi
|
Coklat
|
Kantong plastik atau kontainer
|
Data : sekunder,tahun 2014
Sampah yang telah dipilahkan akan
dikumpulkan oleh petugas kebersihan dan akan diangkut ke titik pengangkutan lokal.
Kontainer untuk pengumpulan sampah harus terbuat dari bahn yang padat (solid), berwarna relatif terang,
stainless dan tahan air. Kontainer untuk pengumpulan sampah medis padat
infeksius dan citotoxic harus
dibersihkan dan disenfeksi sebelum digunakan ulang. Kantong pelastik yang telah
dipakai sama sekali tidak boleh digunakan kembali. Sampah infeksius, sampah patologi
dan sampah domestik harus dikumpulkan secara reguler. Sampah harus dikumpulkan
setiap harinya bila 2/3 bagian telah terisi sampah. Jenis lain dari sampah
(misalnya benda tajam) dapat dikumpulkan dengan frekuensi yang lebih rendah
(setelah container penuh 2/3). Sampah farmasi dan sampah kimia dapat
dikumpulkan atas permintaan dan setelah memberitahukan kelayanan pengumpulan (Wagner,
2009)
2. Penampungan Sampah Rumah Sakit
Setiap
unit di Rumah Sakit hendaknya menyediakan tempat penampungan sementara sampah
dengan bentuk, ukuran dan jenis yang sama. Jumlah penampungan sementara sesuai
dengan kebutuhan serta kondisi ruangan.
Sarana
penampungan untuk sampah medis diletakkan pada tempat pasien aman dan hygiene.
Wadah penampungan yang digunakan harus tidak mudah berkarat, kedap air,
memiliki tutup yang rapat, mudah dibersihkan, mudah dikosongkan atau diangkut,
tidak menimbulkan bising dan tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Penampungan
dilakukan bertujuan agar sampah yang diambil dapat dilakukan pengolahan lebih
lanjut atau pembuangan akhir, sampah biasanya ditampung di tempat produksi di
tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya
disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan
dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak
dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut
langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan sampah medis
padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan
musim kemarau paling lama 24 jam (Candra, 2007).
Dalam
penampungan sampah Penggunaan kantong plastik terutama bermanfaat untuk sampah
laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus
agar petugas pengangkut sampah tidak cedera oleh benda tajam yang menonjol dari
bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila
2/3 bagian telah terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton
yang aman .Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu
diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu
tempat penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah
yang basah dengan solvent untuk
mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah timbulnya api dan tempat
penampungan dari logam untuk sampah yang mudah terbakar.
Hendaknya
disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah yang disesuaikan
dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci
manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci
mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum
tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi
pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat
kerusakan dan mungkin perlu diganti.
3. Pengangkutan Sampah Rumah Sakit
Untuk
mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) biasanya menggunakan troli,
kontainer atau gerobak yang tidak digunakan untuk tujuan yang lain dan harus
memenuhi persyaratan sebagi berikut (WHO, 2008):
1. Mudah dimuat dan dibongkar muat
2. tidak ada tepi tajam yang dapat
merusak kantong atau kontainer sampah selama permuatan ataupun pembongkaran
muat
3. Mudah dibersihkan
4. Bahan-bahan yang berbahaya tidak
mencemari jalan yang ditempuh kepembuangan.
Pengangkutan
sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke
pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan. Pengangkutan biasanya dengan
kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan
cerobong sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
a. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum
digunakan dan dalam merencanakan pengangkutan perlu mempertimbangkan :
1) Penyebaran tempat penampungan sampah
dengan cara pada setiap ruangan yang ada di rumah sakit harus mempunyai tempat
sampah.
2) Jalur jalan dalam rumah sakit harus
luas sehingga memudahkan kereta masuk dan keluar untuk mengangkut sampah.
3) Jenis dan jumlah sampah harus
dipisahkan agar memudahkan dalam melkakukan pengangkutan.
4) Jumlah tenaga dan sarana yang
tersedia harus seimbang agar pengangkutan sampah tidak menjadi permasalahan
Kereta pengangkut disarankan
terpisah antara sampah medis dan non medis agar tidak kesulitan didalam
pembuangan dan pemusnahannya. Kereta pengangkut hendaknya memenuhi syarat :
1) permukaan bagian dalam harus rata
dan kedap air agar sampah yang di angkut tidak terjatuh dan berceceran.
2) mudah dibersihkan supaya tidak
menghambat pekerja dalam berkerja.
3) mudah diisi dengan dikosongkan agar
mempercepat dan memudah pekerja dalam bekerja.
b. Cerobong Sampah/Lift
Sarana
cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk efisiensi
pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah ini banyak
mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman,
bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk
pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila
menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan
menggunakan kantong plastik yang kuat.
c. Perpipaan
Sarana
perpipaan digunakan untuk sampah yang berbentuk bubur yang dialirkan secara
gravitasi ataupun bertekanan. Walau beberapa rumah sakit menggunakan perpipaan (chute) untuk pengangkutan sampah
internal, tetapi pipa tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis dan
hygienis terutama untuk pengangkutan sampah benda-benda tajam, jaringan tubuh,
infeksius, citotoksik, dan radioaktif.
4. Tempat Pengumpulan Sementara
Sarana ini
harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik (tidak
bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa ditempatkan dalam atau di
luar gedung. Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara bisa dari dinding
semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu kedap air, mudah
dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga
mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak perlu
menambah jumlah container.
Tersedia
tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak menjadi sumber bau dan
lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi dan
dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam. Sedangkan untuk
sampah medis bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar sampahnya
selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka sampah medis padatnya
harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain
yang mempunyai insinerator untuk
dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu
ruang. (Depkes .RI, 2004).
Pada
umumnya, frekuensi pengambilan sampah dari lokasi penampungan harus
dipertimbangkan berdasarkan volume produksi. Didalam kegiatan pengangkutan
sampah klinis, perlu juga dipertimbangkan distribusi lokasi wadah penampungan
sampah, jalur jalan dalam rumah sakit, jenis dan volume serta jumlah tenaga dan
sarana yang tersedia (Candra, 2008).
Untuk
pengangkutan sampah infeksius, tajam dan sampah phatologi, hanya dirancang
secara khusus, tertutup dan troly yang akan digunakan adalah yang mudah untuk
di disinfektan. Troly ini tidak boleh digunakan untuk penggunaan lain. Jika
bahan berbahaya lain setiap bahn kimia atau bahan farmasi akan diangkut, maka
harus dibungkus agar tidak ada resiko yang dihasilkan selama pengangkutan.
(Wagner, 2009).
5. Pembuangan Akhir Sampah Medis Rumah
Sakit
Kegiatan pembuangan akhir merupakan
tahap akhir yang penting didalam proses pengolahan sampah medis. Namun dalam kenyataannya
kurang diperhatikan oleh pihak Rumah Sakit. Pada proses pembuangan sampah Rumah
Sakit dapat melalui dua alternatif yaitu:
a. pembuangan/pemusnahan sampah medis
dilakukan terpisah dengan sampah non medis. Pemisahan dimungkinkan bila Dinas
Kesehatan dapat diandalkan sehingga beban Rumah Sakit tinggal memusnahkan
sampah medis tersebut.
b. Pembuangan/pemusnahan sampah medis
dan non medis disatukan, dengan demikin Rumah Sakit menyediakan sarana yang
memadai untuk melakukan pengelolaan sampah karena semua sampah atau bahan
bangunan yang berasal dari kegiatan Rumah Sakit itu sendiri.
Setiap
Rumah Sakit sebaiknya memiliki unit pemusnahan sampah tersendiri, khususnya
sampah medis dengan kapasitas minimalnya dapat menampung sejumlah sampah medis
yang dihasilkan Rumah Sakit dalam waktu tertentu.
Pembuangan
dan pemusnahan sampah Rumah Sakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses autoclaving, incinerator ataupun dengan sanitary
landfill (Candra, 2008).
Sebagian
besar sampah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan insinerator atau landfill.
Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan
institusi, peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh
terhadap masyarakat.
Dalam
metode penanganan sampah sebelum dibuang untuk sampah yang berasal dari rumah
sakit perlu mendapat perlakuan agar sampah infeksius dapat dibuang ke landfill yakni :
1)
Autoclaving
Autoclaving
sering dilakukan untuk perlakuan sampah infeksius. Sampah dipanasi dengan uap
dibawah tekanan. Namun dalam volume sampah yang besar saat dipadatkan,
penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak terjadi
dengan demikian tujuan autoclaving
(sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat
akan membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah sampah.
Kantong
sampah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas dan
akan meleleh selama autoclaving.
Karena itu diperlukan kantong autoclaving.
Pada kantong ini terdapat indikator, seperti pita autoclave yang menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan
panas yang cukup. Autoclave yang
digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji minimal setahun sekali
untuk menjamin hasil yang optimal.
2)
Disinfeksi
dengan Bahan Kimia
Peranan
disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas penggunanya, misalnya
digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan
limbah. Limbah infeksius dengan jumlah kecil dapat didesinfeksi (membunuh
mikroorganisme tapi tidak membunuh spora bakteri) dengan bahan kimia seperti hypochloite atau permanganate. Limbah dapat menyerap cairan disinfeksi sehingga akan
menambah masalah penanganan.
Pembuangan
dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu:
a) Pembuangan dan pemusnahan sampah
medis dan non medis secara terpisah. Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas
Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan
sampah medis.
b) Pembuangan dan pemusnahan sampah
medis dan non medis dijadikan satu. Dengan demikian rumah sakit harus
menyediakan sarana yang memadai.
Pemusnahan sampah rumah sakit dapat
dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) Insinerator
Insinerator
merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah dengan membakar sampah
tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-1800 0F dan dapat mengurangi sampah
70 %. Dalam penggunaan insinerator di rumah sakit, maka beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur pembuangan abu dan
sarana gedung untuk melindungi insinerator dari bahaya kebakaran. Insinerator
hanya digunakan untuk memusnahkan limbah klinis atau medis. Ukuran insinerator
disesuaikan dengan jumlah dan kualitas sampah. Sementara untuk memperkirakan
ukuran dan kapasitas insinerator perlu mengetahui jumlah puncak produksi
sampah.
Lokasi Penguburan
Khusus untuk limbah medis, seperti
plasenta atau sisa potongan anggota tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang
mudah membusuk, perlu segera dikubur. (Chandra, 2009).
2) Sanitary
Landfill
Pembuangan sampah medis dapat juga
dibuang ke lokasi pembuangan sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis terlebih
dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan dipadatkan
ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja (Aditama, 2006).
Menurut WHO, dalam penerapan sanitary landfill perlu diperhatikan
sebagi berikut:
a) Usia lahan minimum dapat digunakan
dua tahun.
b) Kondisi lahan dan infografi
diusahakan untuk kebutuhan lapisan penutup yang dapat dipenuhi secara
lokasi/tanah pengolahan pembuangan.
c) Permukaan air tanah sangat
berpengaruh pada sistim organisme
d) Kondisi iklim dan cuaca lokasi yang
harus memungkinkan kelancaran operasi baik musim kemarau maupun musim hujan.
e) Kondisi biologis dan hidrologi hal
penting dalam penentuan kelayakan lahan dan persiapan lahan sebagai tempat
pembuangan sampah.
f) Lokasi dan area kerja dapat dijangkau
oleh kendaraan pengantar dan pengangkut sampah .
g) Adanya keberadaan petugas ditempat
yang mampu mengontrol secara efektif kegiatan operasional setiap hari.
h) Ada pembagian lokasi yang menjadi
fase-fase yang dapat ditangani dan dipersiapkan dengan tepat sebelum landfill mulai di operasikan.
i)
Pembuangan
sampah yang terkelola disebuah lokasi kecil, memungkinkan sampah untuk disebar
merata, dipadatkan, dan ditimbun (ditutup dengan tanah) setiap hari.
Lokasi sanitary landfill yang lama
dan sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaaatkan sebagai tempat pemukiman,
perkantoran dan sebagainya.
3) Encapsulation
Encapsulation
adalah suatu pengolahan limbah dengan cara limbah dimasukkan dalam container,
kemudian ditambahkan zat yang dapat menyebabkan sampah tidak dapat bergerak,
dan kemudian container ditutup dengan adukan semen atau pasir bitumen, dan
setelah kering tuang ke lokasi landfill. Limbah yang dapat diproses dengan cara
ini antara lain benda tajam, residu bahan kimia atau sediaaan farmasi.
4) Inertisasi
Proses ini
merupakan pencampuran sampah dengan semen dengan maksud untuk meminimalkan
resiko berpindahnya substansi yang ada dalam limbah ke air permukaan atua air
tanah. Metode ini sangat sesuai untuk limbah sediaan farmasi atau abu
insenerasi.